Jumat, 30 November 2007

Jusuf Kalla Menguak Misteri Supersemar

Surat Kabar Mingguan Agora, No.53 Minggu III TH.III.Mei 2005 Hal.1

Mampukah Dia Menguak Misteri Supersemar

Oleh Dasman Djamaluddin,SH


Kamis, 9 September 2004, bangsa Indonesia kehilangan lagi seorang putera terbaik bangsanya, yaitu Jenderal (Purn) M.Jusuf. Ribuan warga Makassar mengantar jenazahnya ke tempat peristirahatan di Tempat Pemakaman Umum Islam, Panaikang. Anak sekolah, pegawai negeri, karyawan swasta dan ibu-ibu rumah tangga tumpah ke jalan-jalan yang dilewati iringan-iringan pengantar jenazah keluar dari rumah duka di Jalan Sungai Tangka, cuaca mendung menyelimuti udara Kota Makassar.

Itulah sekelumit rekaman peristiwa mengenai pemakaman Jenderal (Pur) M.Jusuf, orang terakhir dari "Trio Supersemar," yang wafat. Sebelumnya tahun 1995, Jenderal (Purn) Amirmachmud telah mendahuluinya. Sebelumnya lagi Jenderal TNI Anumerta, Basoeki Rachmat, meninggal pada hari Jumat, 10 Januari 1969.

Ketiga orang inilah, yang pada hari Jumat pagi 11 Maret 1966 membuat sejarah seusai sidang paripurna "Kabinet Dwikora yang Disempurnakan" di Istana Merdeka, Jakarta dan kemudian dipercaya membawa Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) dari Presiden Soekarno di Bogor kepada Soeharto di Jakarta, yang pada waktu itu masih menjabat Menteri Panglima Angkatan Darat (Menpangad).

Pada satu sisi, dengan adanya Supersemar, bangsa Indonesia berhasil membuat tahapan-tahapan berarti buat kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara ke depan. Tetapi pada sisi lain, Supersemar memunculkan kontroversi yang tidak pernah berakhir sampai hari ini. Pertanyaan yang masih mengganjal :

a. Di manakah keberadaan Supersemar asli dan mengapa terdapat perbedaan informasi mengenai tempat penandatanganannya. Menurut bukti-bukti yang akurat, penandatanganan Supersemar berlangsung di Bogor, karena Presiden Soekarno pada waktu itu berada di Bogor, tetapi fotocopy Supersemar yang sekarang beredar ditandatangani di Jakarta. Data akurat bahwa Supersemar ditandatangani di Bogor berdasarkan informasi dari Ajudan Basoeki Rachmat (Stany Soebakir) dan kemudian pernyataan Mantan Mensesneg Moerdiono, di mana dikatakan bahwa lembar kedua Supersemar hanya bertuliskan," Dikeluarkan di Bogor pada tanggal sekian...(Majalah Editor No.48/THN.VI/28 Agustus 1993).

b. Mengapa terdapat perbedaan informasi mengenai bertemunya Pak Harto dengan tiga jenderal setelah kembalinya dari Bogor. Di rumah Pak Harto di Jl.H.Agus Salim 98 atau di Markas Kostrad ? Karena di dalam bukunya: "Soeharto, Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya," yang dipaparkan kepada G.Dwipayana dan Ramadhan K.H, diterbitkan PT.Citra Lamtoro Gung Persada, 1989, halaman 171 mengatakan: "Dengan pesan itu, ketiga jenderal berangkat ke Bogor dan pada malamnya mereka sudah datang kembali di rumah di Jalan Haji Agus Salim dengan menyerahkan surat perintah dari Presiden Soekarno." (Pernyataan ini sama dengan apa yang diungkapkan Probosutejo dalam siaran persnya). Tetapi mengapa menurut tiga sumber, yaitu pertama dari tulisan M.Jusuf sendiri di Harian Suara Karya (9 Maret 1973) berjudul: Pengalaman Saya dalam Supersemar. Kedua, Buku H.Amirmachmud, Agustus 1985, ketika masih menjadi Ketua MPR/DPR-RI, berjudul: Supersemar Tonggak Sejarah Perjuangan Orde Baru, halaman 13 dan Ketiga, wawancara langsung penulis dengan M.Panggabean, 19 Maret 1997 di rumah beliau, ketiga sumber ini menyebutkan bahwa ketiga jenderal tidak bertemu dengan Pak Harto di Jalan H.Agus Salim 98, tetapi di Markas Kostrad ?

c. Siapa inisiator Supersemar sebetulnya, Soeharto, M.Jusuf atau Basoeki Rachmat ? Karena menurut Soeharto yang pada waktu itu sebagai presiden memberikan sambutan cukup panjang pada peringatan lima tahun lahirnya Supersemar di Jakarta pada 11 Maret 1971, di mana di antara uraiannya mengatakan:" Saya mengutus tiga perwira tinggi Angkatan Darat...", tetapi di dalam buku Amirmachmud: Supersemar Tonggak Sejarah Perjuangan Orde Baru (1985), yang diulangi lagi dalam wawancaranya dengan Harian Suara Merdeka (edisi 11 Maret 1991), Amirmachmud menunjuk M.Jusuf sebagai inisiator Supersemar. Sedangkan dalam buku Dasman Djamaluddin: Jenderal Anumerta Basoeki Rachmat dan Supersemar (1998), inisiator Supersemar bukan Soeharto, bukan pula M.Jusuf, melainkan Basoeki Rachmat.

Biografi M.Jusuf


Setelah M.Jusuf wafat, baru-baru ini ada rencana untuk menulis biografi M.Jusuf. Tim Penulis telah pula bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang kemudian menyambut baik rencana penulisan buku tersebut. Persoalannya sekarang, apakah dengan penulisan biografi tersebut, misteri mengenai Supersemar akan terpecahkan dan ketiga pokok persoalan di atas mengenai Supersemar akan terjawab ? Bukankah di antara para pendukung penulisan buku tersebut terdapat nama-nama, Dr.Salim Said (pengamat militrer), Dr.Taufik Abdullah (Sejarawan/Mantan Ketua LIPI) dan Dr.Anhar Gonggong (Sejarawan) ?

Sepintas, terkesan bahwa biografi ini mampu menguak misteri sekitar Supersemar, tetapi yang dikuatirkan biografi M.Jusuf hanyalah akan menjadi ajang bisnis, sementara persoalan yang selama ini menjadi harapan bangsa terabaikan. Supersemar tetap menjadi misteri yang tidak terpecahkan.

Sepanjang kariernya M.Jusuf dikenal sebagai orang yang bersih. Lahir di Bone Selatan, Sulawesi Selatan, 23 Juni 1928. Ketika masih menjadi Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), tiap pagi M.Jusuf sudah berada di kantornya sebelum pukul tujuh. Pulang sore hari, hampir pukul tiga. Tiba di rumah, jika isterinya sibuk mengurusi organisasi, tidak jarang ia makan sendirian. Lauk yang disukainya: ikan asin. Minumnya air putih dan tidak merokok.

Ucapan perkenalannya ketika bertugas di BPK ialah: "Anggota BPK harus lebih bersih dari yang diperiksa." Terbuka dan tidak suka basa basi." Siapa saja boleh mengetahui data dari BPK, asalkan untuk kepentingan negara dan bangsa. Bukan untuk permainan politik," ujarnya.

Mengawali tugas baru di BPK, ia melakukan dengar pendapat dengan berbagai pihak. Antara lain, ia mengundang D.Suprayogi, untuk menimba pengalaman mantan Ketua BPK itu. Lalu berbincang-bincang dengan Widjojo Nitisastro, yang berpengalaman di Bappenas. Dari Dr.Roeslan Abdulgani, ia menyerap banyak masukan.

Sementara itu, ia mengadakan perbaikan kesejahteraan karyawannya. Misalnya, "Supaya tidak timbul iri hati di antara sesama rekan, diadakan pembagian tugas yang jelas dan tegas," kata seorang pejabat di sana. Kepala staf yang tidak dinas keluar, diberi kompensasi tertentu.

Selain itu, M.Jusuf adalah seorang muslim yang taat. Bagaimanapun sibuknya, sembahyang lima waktu dalam sehari tak pernah ditinggalkannya. Teguh dalam disiplin."Yang paling mengesankan bagi saya," komentar mantan sopirnya,"ialah kecermatannya menghargai waktu."

Ketika menjabat Menhankam/Pangab, namanya kerap muncul di berbagai media massa. Ia sering mengunjungi barak prajurit di pelbagai pelosok daerah. Selama lima tahun dua bulan itu, menurut seorang perwira staf Hankam, jenderal berbintang empat ini melakukan 411 hari perjalanan dan 172 kali kunjungan kerja. Menempuh jarak 583.122 km, yang menelan waktu 1.233.22 jam.

Ucapannya terekam dalam 650 kaset, bahasanya merakyat, berdialek Bugis. Tegur sapanya kepada prajurit langsung dan akrab."Berapa anak buah mu ? Sudah kawin apa belum ? Mau pilih Puteri Solo atau Irian ? Senjatamu sudah kau bikin bersih ? Bagaimana kualitas jatah berasmu ? misalnya.

Di dalam Majalah Topik, Desember 1978, halaman 41 disebutkan bahwa, dialog M.Jusuf dengan prajurit paling bawah memang sudah merupakan bagian yang tak asing mewarnai kunjungan Menhankam ke mana-mana. Dialog itu kadang-kadang terdengar serius, kadang-kadang menarik, namun tak kurang menimbulkan tertawa geli.

M.Jusuf tampaknya tak pernah kekurangan bahan untuk dijadikan percakapan dengan prajurit itu. Misalnya lagi, ketika ia membaca nama Alaysius Seda di dada seorang prajurit, langsung ia bertanya:

"Kau apanya Frans Seda ?"

"Dia Paman Saya Jenderal".

Atau M.Jusuf tidak canggung-canggung merogoh setiap kantong prajurit, memeriksa apakah mereka telah menerima kiriman buku saku yang disebarkan Hankam. Buku saku itu berisi perincian jumlah gaji dan hak-hak lain yang harus diterima prajurit setiap bulan.

Di Kupang, terjadi ketegangan ketika M.Jusuf bertanya pada beberapa prajurit, berapa uang lauk pauk yang mereka terima.

"Sebelas ribu dua ratus lima puluh, Jenderal," jawab prajurit pertama.

"Maksud saya uang lauk pauk, kau terima berapa ?."

"Sebelas ribu dua ratus lima puluh," jawab sang prajurit sekali lagi.

M.Jusuf tampak heran. Ia tanya lagi prajurit berikutnya. Raut muka sang Jenderal mulai menegang. Para perwira atasan para prajurit pun tampak mulai panik.

"Kau mengerti tidak, maksud saya uang lauk pauk? Apakah kau tidak pernah terima, atau, kau tidak baca buku sakumu ? Kau harusnya terima Rp.375,- uang lauk pauk.

"Siap Jenderal," jawab prajurit keempat."Sehari Rp.375,- sebulan sebelas ribu dua ratus lima puluh."

Sejenak M.Jusuf bingung, tapi kemudian meledak ketawanya. "Ah, kau benar, saya yang salah. Sebulan memang sekian. Ia kemudian menjawil prajurit yang tadi ditanyai."Kau harusnya tadi bilang bapak salah. Prajurit harus berani berterus terang dan jangan takut-takut pada atasan."

"Siap Jenderal."

Bagi M.Jusuf dan Nyonya Elly Jusuf, serta semua rombongan tak pelak lagi perjalaan ke daerah-daerah ini bukan main melelahkan. Turun naik pesawat, pindah ke mobil, helikopter, pesawat Skyvan buatan Lipnur, naik truk dan jalan kaki, mengunjungi 23 kota dan setiap kota biasanya berkeliling di empat atau lima obyek yang harus ditinjau. Kadang-kadang, tak sempat tidur, karena pada jam dua tengah malam harus berangkat dan sebagainya, benar-benar meminta ketahanan fisik.

Namun penderitaan tersebut belumlah seberapa bila dibanding pahit getirnya hidup prajurit yang bertugas terpencil di berbagai penjuru tanah air pada waktu itu. Gaji terlambat sepuluh hari. Beras hanya dapat sekali dua bulan, kalau ada kapal dan laut sedang tidak gila, dan sebagainya. Seperti yang dialami prajurit di pedalaman Nusa Tenggara atau Sangir Talaud.

Tidak heran, bila di Morotai, rombongan tidak mendapat suguhan , minum teh atau coca-cola dari para penyambut. Untunglah ada kelapa muda. Setelah berjalan kaki selama setengah jam, air kelapa muda bukan main segarnya. Sesegar wajah anak-anak sekolah yang memanjatnya, manakala R.Kasenda, Aslog Hankam menyumpalkan segumpal lima ribuan ke saku pemilik pohon kelapa untuk dibagi-bagikan.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

http://www.scribd.com/doc/19344504/Dasman-Djamaluddin-Jusuf-Kalla-Menguak-Misteri-Supersemar-Mampukah